Ludah yang Membawa Petaka (Bag: 2)

  • Bagikan
Ludah yang Membawa Petaka (Bag: 2)
banner 468x60

Ludah yang Membawa Petaka (Bag: 2)

Penulis: ZA Nasti.

banner 336x280

Dari sorot matanya aku melihat kekosongan dan kepalanya selalu tertunduk.

Lalu aku lihat dia berjalan, membawa piring serta nasi itu ke kamarnya, tanpa merespon aku dan bicara sepatah katapun.

Waktupun terus berlalu, jam sudah menunjukkan ke arah pukul 10 malam, suara hening dang nyanyian jangkrik mulai nyaring di corong telinga ini. Aku pun langsung mangatakan sama orangtua ku agar Anwar di bawa ke dokter spesialis psikolog.

Bagaimana kalau besok, kita bawa saja ke dokter spesialis kejiwaan pak, ucapku.

Baiklah kalau itu yang terbaik, kita bawa saja adikmu besok ke dokter, kata bapak.

Malampun berlalu, hingga menggapai pagi. Dan kami pun melaksanakan perencanaan untuk membawa Anwar ke dokter spesialis kejiwaan. Tapi yang menjadi kendala adalah bagaimana kalau si Anwar tidak mau di bawa ke dokter, bahkan pintu kamarnya saja selalu terkunci.

Bagaimana kalau si Anwar tidak mau di bawa ke dokter mak, tanyaku pada ibu seraya menyiapkan sarapan pagi kami.

Tanya sajalah sama bapakmu Rama, emak kan asalkan baik sajalah akhirnya, kata ibu.

Kita pujuk sajalah si Anwar, kata bapak.

Tapi kalau tidak bisa juga pak, gimana?, ucapku.

Kita paksa saja, kata bapak.

Dengan mendobrak pintu pak?, ucapku.

Iya…!, tegas bapak.

Jangan dulu pak, kan masih ada cara yang lain, kata ibu.

Sudah hampir seminggu si Anwar seperti ini, masa kita harus diam juga, ucap bapak.

Sudah sarapan dulu pak, kata ibu meredam emosi bapak.

Mendadak si Anwar membuka pintu kamarnya, dan ia pun keluar menuju dapur.

Itu Si Anwar keluar pak, kataku.

Anwar..!, sini kau sarapan, teriak bapak yang sedang emosi.

Anwar tidak merespon bapak, dan aku lihat bapak bangkit dari kursi hendak membawa Anwar dengan paksa.

Aku pun menghadang bapak agar jangan terbawa emosi.

Sudahlah pak, aku saja yang membujuknya, bapak sarapan saja dulu, kataku.

Bapakpun langsung duduk kembali dan mulai kembali menikmati makan paginya.

Akupun menghampiri Anwar di dapur, dan menyapanya.

Anwar apa kabarmu hari ini, kataku.

Anwar hanya terdiam terpaku.

Kalau Anwar sakit kita berobat ya, ucapku.

Biar semua baik-baik lagi, kataku.

Tiba-tiba Anwar menganggukkan kepala, seakan menandakan dia setuju.

Ya sudah, Anwar mandi dulu ya, Abang tunggu di depan, ucapku.

Anwarpun langsung ke kamar kembali dan membawa piring sarapanny.

Setengah jam kami menunggu Anwar untuk membawanya berobat ke dokter spesialis, dan akhirnya Anwar keluar dari kamarnya, kami pun merasa lega, kalau Anwar mau di ajak berobat.

Ayo Anwar kita masuk ke mobil, ajakku.

Kemudian kami masuk ke mobil dan menyuruhnya duduk di depan, tapi Anwar tidak mau dan langsung duduk di bangku belakang, padahal sebelumnya Anwar tidak suka duduk di bangku belakang.

Akhirnya mobil kami melaju menuju ke dokter spesialis, 1 jam lamanya kami tiba ke Rumah Sakit dan langsung mendaftarkan ke ruang register Rumah Sakit itu. Berselang kemudian nama Anwar di panggil perawat dan bersama aku menuju ruang dokter spesialis kejiwaan, yakni dr Yaser.

Ada keluhan apa ya, kata dr Yaser.

Kemudian aku menceritakan semua kejadian menimpa Anwar, namun tiba-tiba Anwar meludahi dr Yaser.

Cuiiihh… Anwar meludahi muka dr Yaser.

Anwar, kenapa kau, ini dokter, tidak boleh begitu, bentakku.

Aku mau pulang, teriak Anwar keras.

Aku mau pulaaaang, teriaknya lagi.

(Bersambung)…..

banner 336x280
banner 120x600
  • Bagikan